DEAL PROFIL | Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah sebuah organisasi tempat berkumpulnya para wartawan di Indonesia, baik wartawan media cetak, elektronik, ataupun media online.
Dahulu, PWI menjadi tempat perjuangan menyampaikan propaganda dan informasi tentang kebijakan pemerintah, di bawah mantan menteri penerangan H. Harmoko, PWI kuat dan berkibar. Setelah reformasi, keberadaan PWI ada tapi tiada karena banyak organisasi sejenis yang lahir dan tumbuh, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Televisi Indonesia (PWTI), Asosiasi Jurnalis Media Online (AJMO) dan lain sebagainya.
Menurut Kibar Sanusi, mantan wartawan senior pendiri PWI, keberadaan organisasi itu agar para kuli tinta tidak salah arah menyampaikan propaganda orde baru. Sampai Indonesia masuk era reformasi, kekuatan PWI sering dilihat sebelah mata.
“Banyak wartawan yang suka minta-minta uang kepada narasumber, ancam mengancam dan sok jagoan,” kata Sanusi.
Akibatnya, keberadaan PWI ditinggalkan oleh para jurnalis modern dan generasi muda saat ini.
Para wartawan yang lahir abad milenial, tidak memahami eksistensi PWI di Indonesia, mereka sepenuhnya idealis, moderat dan menghasilkan karya jurnalistik bagus dan benar. Terkait soal organisasi terkadang mereka tidak mau peduli.
Hal lain yang dirasakan oleh PWI, berhadangan dengan rezim orde baru, para wartawan sering disiksa dan diancam oleh aparat dan preman suruhan pejabat pemerintah yang berita tentang kelakuannya tidak mau ditulis.
“Ada juga wartawan yang gabung di PWI, punya idealis tinggi, mereka menulis sesuai fakta, akibatnya mereka dikejar-kejar,” papar Sanusi.
Menurut Alim Thonthowi, mantan wartawan MNC grup di Jakarta, keberadaan PWI harus dilihat utuh, organisasi tersebut sudah sangat senior mengantarkan wartawan dan penulis berita di tanah air.
“Profil PWI harus dibaca secara benar, organisasi ini sudah banyak melahirkan wartawan di Indonesia,” tegasnya. (wam)