Ingat Mati
Samsul Zakaria, S.Sy., M.H.
(Hakim Pengadilan Agama Soreang)
“Betapa banyak manusia yang ingin hidup enak. Makan enak. Minum enak. Rumah enak. Kendaraan enak,” ulas seorang ustadz. “Namun banyak yang lupa menyiapkan diri untuk mati enak,” lanjutnya. Mati enak adalah istilah lain dari husnul khatimah.
Mengikhtiarkan hidup, makan, minum, rumah, dan kendaraan enak tentu tidak salah. Apalagi bila upaya tersebut ditempuh sesuai syariah, tidak melanggar batas, dan tidak berlebihan. Serta diniatkan sebagai wasilah untuk meraih nikmatnya ibadah. Pola dimaksud justru menghantarkan pada akhir hidup yang indah.
Kritikan ustadz—yang tidak saya sebutkan namanya—tersebut ditujukan pada memburu nikmat dunia yang fana. Dan di saat yang sama lupa dengan keabadian akhirat. Padahal, dunia sementara dan akhirat selama-lamanya. Manusia tidak kuasa dan Allah ta’ala Maha Kuasa.
Rasulullah Saw. menasihati kita agar sesering mungkin mengingat pemutus kelezatan alias kematian. Dengan mengingat mati, kita sadar betapa singkatnya hidup ini. Bahwa akhir yang pasti dari hembusan nafas adalah kematian. Semua yang kita kumpulkan di dunia pasti akan kita tinggalkan. Hanya kain kafan dan budi pekerti (amal shalih) yang akan menemani.
Hari ini kita bisa memilih pakaian mana yang akan kita kenakan. Akan datang satu masa dimana kita tidak bisa lagi memilih. Itulah masa dimana nyawa tidak lagi bersemayam dalam raga. Itulah kematian. Saat kain kafan putih yang menutupi badan. Kain itu tidak bersaku yang bisa digunakan untuk menyelipkan apa saja.
Hari ini kita bisa memilih kendaraan untuk pergi bekerja. Kita juga bisa memilih dengan kecepatan berapa kita mengendarainya. Akan datang satu masa dimana kita tidak bisa lagi memilih. Saat maut sudah menjemput. Hanya keranda beroda 4 manusia yang akan menghantarkan kita. Ke peristirahatan terakhir. Selagi sempat, selagi dapat. Tanpa nanti, tanpa tapi. Bismillah, allahummakhtim lana bi husnil khatimah. Aamiin… []