DEAL FOKUS UTAMA | Tahun 2023 ini tantangan semakin berat, baik pada sektor politik, pendidikan, hukum dan ekonomi, apalagi peluang kerja. Pengamat ekonomi mencatat dan menyampaikan di berbagai forum resmi, tahun ini Indonesia memasuki masa resesi ekonomi halmana inflasi naik dan suku bunga meningkat.
Dampaknya, peluang kerja kecil dan pengangguran kemungkingan minim. Bagi mahasiswa yang sekarang bertugas menuntut ilmu hal tersebut biasa saja karena fokus mereka hanya belajar dan belajar, namun bagi mahasiswa yang harus mencari nafkah sambil kuliah, tentunya akan menjadi tantangan khusus.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pematangsiantar pernah merilis, jumlah pengangguran paling banyak sepanjang tahun 2022 lalu adalah kota ini, Pematangsiantar. Pengangguran tersebut hampir separuhnya adalah sarjana (S1), mengapa hal itu terjadi?
Menurut pakar komunikasi marketing Prof. Renald Kasali, mahasiswa tidak fokus selama kuliah untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, akibatnya setelah wisuda mereka bingung mau kerja apa dan mau jadi apa.
Kebingungan tersebut, menular dari generasi kepada generasi lainnya sampai hari ini, belum lagi tidak ada keterampilan yang dapat mereka jual.
Sebenarnya, meskipun terjadi resesi ekonomi, mahasiswa yang kemudian menjadi sarjana masih dapat hidup dan bekerja mandiri dengan modal keilmuan yang mereka dapat dari kampus.
Namun, hanya sebagian mahasiswa saja yang berpendapat demikian, sisanya belum sampai memikirkan masa depan.
“Mikir kuliah saja susah,” kata Febriyanti, seorang mahasiswa fakultas hukum di salah satu kampus di Sumatera Utara kepada www.deal-channel.com.
Padahal, fakultas hukum memiliki banyak peluang kerja, seperti pengacara, paralegal, mediator, bahkan konsultan hukum keluarga. Semua profesi tersebut menghasilkan uang banyak dan tidak sulit mendapatkannya.
“Tentunya tidak sesulit menjadi hakim, notaris, jaksa, polisi dan arbiter,” tegas Alim Thonthowi, pengamat hukum dan media dari Universitas Battuta Medan.
Menurutnya, peluang kerja di bidang hukum sungguh luas, seluas samudera hindia. Hanya saja, para mahasiswa tidak pandai memanfaatkan peluang.
“Ya, pintar saja tidak cukup, perlu etika sopan santun dan cara membangun relasi dan komunikasi, itu yang menurut saya tidak ada pada mahasiswa zaman sekarang, tidak seperti masa saya kuliah dulu, sama dosen dekat, jaringan organisasi mahasiwa sampai Jakarta, saat mau kerja semua menawarkan,” papar mantan hakim tersebut.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Syahrunsyah, dosen fakultas hukum Universitas Asahan (UNA) Kisaran Sumatera Utara, bapak ini menilai mahasiswa sekarang kurang membaca buku dan enggan berdiskusi.
“Bagaimana mau pandai jika baca buku saja susah, ada uang bukan beli buku tapi nongkrong di warung kopi sama cewek atau cowok,” tegas pengacara hebat itu.
Menurutnya, mahasiswa yang malas kuliah tapi kerja maunya gaji besar itu tidak seharusnya menjadi tren karena akan merusak generasi mendatang. Hal yang sama juga dikatakan oleh Alim Thonthowi, ia tidak sependapat jika ada tren mahasiswa yang malas kuliah tapi mau kerja dengan gaji besar.
“Apa yang mau mereka jual ke perusahaan atau klien, bisa-bisa rusak negara ini,” tegasnya. (red/wis)