DEAL RILEKS | Saat anda melihat desa pesisir Indonesia, terdapat tradisi yang unik dan sarat makna, yakni Jumat Berkah dengan lauk sate kerang. Setiap minggunya, warga desa berkumpul untuk melaksanakan tradisi ini, yang bukan hanya sekadar makan bersama, tetapi juga sebuah ritual penuh syukur yang menguatkan kebersamaan, spiritualitas, dan ikatan sosial antarwarga.
Sate kerang menjadi sajian utama dalam tradisi ini. Makanan laut yang khas dari perairan sekitar ini dipilih karena melambangkan kesederhanaan yang penuh berkah. Para nelayan setempat memulai hari sejak subuh, turun ke laut untuk mengumpulkan kerang yang nantinya diolah menjadi sate. Setiap keluarga mengambil bagian, baik dalam proses pengumpulan kerang hingga memasaknya. Kerang-kerang ini kemudian dibumbui dengan racikan khas lokal yang diwariskan secara turun-temurun, menghasilkan rasa gurih pedas yang memanjakan lidah.
Sate kerang bukanlah makanan yang mewah, namun dalam tradisi ini, ia memiliki arti mendalam. Setiap tusukan sate berisi 3-5 kerang, melambangkan tiga nilai utama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat: kesederhanaan, kebersamaan, dan rasa syukur. Dalam ajaran leluhur desa, kerang dipandang sebagai lambang rezeki yang didapat dari kerja keras dan keharmonisan dengan alam. Proses memancing kerang yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran seakan menggambarkan bagaimana manusia seharusnya hidup berdampingan dengan alam, tidak serakah, dan selalu menjaga kelestarian lingkungan.
Saat matahari tepat di atas kepala, warga berkumpul di balai desa atau halaman masjid. Makan siang bersama dimulai dengan doa syukur yang dipimpin oleh tetua adat atau imam masjid. Nasi putih hangat yang disajikan dengan sate kerang menjadi menu utama. Sederhana namun penuh kehangatan. Anak-anak, orang tua, hingga para tamu yang datang dari luar desa turut menikmati sajian ini. Tidak ada kemewahan, tetapi ada kekayaan rasa kebersamaan yang kental di setiap gigitan.
Bagi warga desa, tradisi ini juga memiliki fungsi sosial yang penting. Setiap Jumat Berkah, tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, karena semua orang menyantap hidangan yang sama dalam suasana yang penuh persaudaraan. Bagi yang lebih mampu, mereka sering kali memberikan sumbangan kerang lebih banyak, memastikan semua warga bisa merasakan kelezatan sate kerang tanpa terkecuali.
Seiring berjalannya waktu, tradisi Jumat Berkah dengan sate kerang ini juga mulai menarik perhatian dari luar desa. Wisatawan yang datang, selain menikmati keindahan alam pesisir, juga ingin merasakan pengalaman kuliner spiritual ini. Meski begitu, warga tetap menjaga esensi dari tradisi ini, memastikan bahwa kehadiran tamu dari luar tidak mengubah nilai-nilai asli yang ada.
Sate kerang di Jumat Berkah ini lebih dari sekadar makanan; ia menjadi pengingat bagi warga desa akan pentingnya syukur, gotong royong, dan harmoni dalam hidup. Di tengah modernitas yang merambah desa-desa pesisir, tradisi ini tetap dijaga dengan ketat, sebagai warisan leluhur yang mengajarkan bahwa rezeki tidak selalu tentang melimpahnya materi, tetapi tentang kecukupan, kebersamaan, dan keberkahan dalam kesederhanaan. (ath)