DEAL JAKARTA | Setelah beberapa bulan mengikuti pelatihan intensif secara daring, para peserta program pelatihan paralegal kini memasuki masa ujian profesi. Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat keberadaan paralegal di Indonesia, sejalan dengan kebutuhan akan akses keadilan yang semakin meningkat, terutama di daerah-daerah terpencil yang kekurangan tenaga hukum profesional.
Program pelatihan online ini diinisiasi oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan hukum dan didukung oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam pelatihan tersebut, peserta dibekali dengan pemahaman dasar tentang hukum perdata, pidana, hukum keluarga, dan HAM, serta keterampilan praktis seperti penyusunan dokumen hukum, pendampingan masyarakat dalam mediasi, dan advokasi.
Namun, tantangan terbesar kini menanti: masa ujian profesi. Ujian ini merupakan tahapan akhir untuk menguji kompetensi peserta dalam menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari secara teori dan praktik. Para peserta harus melewati beberapa tahapan ujian, yang mencakup ujian tertulis, simulasi kasus hukum, dan wawancara langsung dengan penguji yang merupakan praktisi hukum berpengalaman.
Salah satu peserta, Rahmat Hidayat, menyatakan bahwa meskipun pelatihan online memberikan fleksibilitas, ujian profesi tetap menjadi tantangan tersendiri. “Kami harus bisa membuktikan bahwa pengetahuan yang didapatkan selama pelatihan benar-benar dapat diterapkan di lapangan. Ujian ini bukan hanya tentang teori, tapi juga bagaimana kami menghadapi kasus-kasus nyata,” ungkapnya.
Seiring dengan berkembangnya kebutuhan akan paralegal di masyarakat, pemerintah terus mendorong penguatan kapasitas dan pengakuan formal terhadap profesi ini. Menurut Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Bambang Wiyono, ujian profesi ini merupakan langkah penting dalam memastikan standar kompetensi paralegal yang dapat diandalkan untuk membantu masyarakat, terutama dalam kasus-kasus non-litigasi yang sering dihadapi masyarakat miskin.
“Paralegal berperan penting sebagai jembatan antara masyarakat dengan sistem hukum. Mereka memberikan bantuan hukum bagi mereka yang tidak mampu mengakses pengacara profesional, terutama di daerah-daerah terpencil. Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa paralegal yang lulus ujian ini memiliki kompetensi yang mumpuni,” ujar Bambang.
Para peserta yang lulus ujian profesi ini nantinya akan menerima sertifikat kompetensi, yang diakui oleh berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Sertifikat ini akan membuka pintu bagi mereka untuk bekerja di berbagai organisasi, termasuk LSM, kantor advokat, atau menjadi paralegal independen yang melayani masyarakat. Dengan legalitas yang semakin diperkuat, paralegal yang tersertifikasi dapat membantu menangani berbagai kasus, mulai dari konflik tanah, permasalahan keluarga, hingga advokasi hak asasi manusia.
Namun, pengamat hukum, Andini Setiawati, mengingatkan bahwa ujian profesi ini hanyalah awal dari perjalanan panjang dalam membentuk paralegal yang berkualitas. “Pelatihan berkelanjutan harus menjadi bagian dari proses ini. Dunia hukum terus berkembang, dan paralegal harus siap beradaptasi dengan perubahan regulasi dan dinamika sosial,” tegas Andini.
Sementara itu, antusiasme masyarakat terhadap profesi paralegal juga terus meningkat. Banyak yang melihat peran ini sebagai cara efektif untuk memberikan dampak langsung di tengah masyarakat, terutama di kalangan yang membutuhkan bantuan hukum namun tak mampu membayar jasa pengacara profesional.
Dengan semakin dekatnya masa ujian profesi, harapan besar ditumpukan pada para peserta pelatihan ini untuk dapat lulus dan segera terjun ke lapangan, membantu memperluas akses terhadap keadilan di seluruh Indonesia. Program ini diharapkan tidak hanya akan memperkuat sistem hukum, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat luas. (ath)