DEAL EKBIS | Sejak awal bulan April, Dolar memulai perdagangan dengan langkah mundur. Walaupun data ekonomi terbaru yang rilis bulan April menunjukkan aktivitas bisnis di Amerika Serikat menggeliat, seperti Indeks PMI Manufaktur naik menjadi 50.4 poin dari 49.2 poin dan PMI Sektor Jasa naik 53.7 poin dari 52.6 poin dari bulan sebelumnya, namun inflasi yang terus turun membuat investor khawatir dengan kebijakan suku bunga yang akan diambil oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada pertemuan di awal Mei.
“Dolar diperdagangkan … baik dalam kisaran yang sudah usang. Ketenangan sebelum badai. Minggu depan kita memiliki pertemuan ECB dan Fed, serta data pekerjaan AS. Saya akan terkejut jika orang mengambil taruhan besar sejauh ini dari peristiwa itu.” kata Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex di New York dilansir Reuters, Selasa pekan lalu.
Dolar AS melemah terhadap sebagian besar mata uang. Pada penutupan pasar kemarin (24/4/2023) Euro naik 0.52% menjadi 1.10455, Poundsterling naik 0.35% menjadi 1.24849sementara Indeks Dolar AS turun 0.4% menjadi 101.322.
Investor mengharapkan Bank Sentral Eropa (ECB) menaikan suku bunga pada pertemuan yang juga akan diadakan pada awal Mei nanti. Pada pekan lalu, Presiden ECB, Christine Lagarde mengatakan bahwa inflasi di zona Euro masih terlalu tinggi dan kebijakan moneter ECB masih harus dilanjutkan untuk mengembalikan inlasi menuju target 2%. Seperti diketahui inflasi di Uni Eropa masih tinggi, 6.9% Year on Year.
Sentimen lain penyebab turunnya nilai tukar Dolar AS adalah adanya berita aliansi negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) berencana untuk membuat mata uang baru. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang Dolar AS. Perkembangan atas rencana pembentukan mata uang baru tersebut akan dipresentasikan pada Agustus tahun ini di KTT BRICS di Afrika Selatan.(BAS)