DEAL JAKARTA | Akhir-akhir ini Indonesia dilanda cuaca yang lebih panas dari biasanya. Menurut data dari stasiun pengamatan BMKG di Ciputat, Tangerang pada pekan lalu, suhu maksimum harian mencapai 37,2°C, meskipun secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34°C – 36°C hingga saat ini.
Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati suhu panas yang melanda Indonesia saat ini bukan disebabkan oleh gelombang panas. Seperti yang diketahui semenjak pekan lalu sampai hari ini beberapa negara di benua Asia bagian selatan terdampak gelombang panas atau “heatwave”. Lembaga Meterologi di Bangladesh, Myanmar, China, Thailand, India dan Laos melaporkan bahwa suhu panas mencapai lebih dari 40°C.
Kapan suatu kondisi dikatakan terjadi Gelombang Panas?
Gelombang panas dapat dijelaskan melalui dua penjelasan yang saling melengkapi, yaitu penjelasan secara karakteristik fenomena dan penjelasan secara indicator statistic suhu kejadian.
Secara karakteristik fenomena, Gelombang Panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah continental atau sub-kontinental. Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas.
Yang kedua, secara indicator statistic suhu kejadian, “Heat Wave” atau Gelombang Panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO).
“Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistic pengamatan suhu, tidak termasuk dalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut”, tutur Dwikorita dalam siaran pers BMKG Selasa, pekan lalu.
Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Sedangkan secara indicator statistic suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2°C melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya padatanggal 17 April 2023.
“Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36°C di beberapa lokasi. Variasi suhu maksimum 34°C – 36°C untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November”, jelas Dwikorita.
Gelombang panas Asia masih berlangsung, namun tidak terjadi di Indonesia. Masyarakat diminta agar tidak panic dan tetap tenang.(BAS)