DEAL PARALEGAL | Pemerintah Indonesia semakin serius memperkuat ekosistem usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan tidak hanya memberikan dukungan finansial dan pelatihan kewirausahaan, tetapi juga memperluas jangkauan perlindungan hukum. Salah satu langkah strategis yang kini menjadi perhatian adalah penguatan peran paralegal komunitas dalam mendampingi UMKM menghadapi persoalan hukum di tingkat akar rumput.
Inisiatif ini muncul dari evaluasi menyeluruh pemerintah terhadap tantangan hukum yang kerap dihadapi pelaku UMKM, seperti ketidaktahuan dalam menyusun kontrak dagang, kurangnya pemahaman soal hak kekayaan intelektual, hingga persoalan dengan penyewa lahan, distributor, atau platform digital.
Contents
Paralegal sebagai Garda Terdepan Keadilan untuk UMKM
Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat, tengah menggencarkan pelatihan dan penugasan paralegal berbasis komunitas di wilayah-wilayah padat UMKM. Paralegal ini bukanlah pengacara formal, tetapi orang-orang yang dilatih secara kompeten untuk memberikan informasi hukum dasar, mediasi, hingga pendampingan administratif dalam proses hukum nonlitigasi.
“Paralegal adalah perpanjangan tangan negara dalam menjembatani pelaku UMKM yang selama ini tidak memiliki akses ke layanan hukum profesional,” ujar Dirjen HAM, Mualimin Abdi, dalam diskusi nasional bertajuk “Hukum untuk Semua, UMKM Sejahtera.”
Kasus Nyata dan Kesadaran Hukum yang Rendah
Data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menunjukkan bahwa sepanjang 2025, setidaknya ada 1.450 kasus yang menimpa pelaku UMKM di wilayah Jabodetabek, mulai dari sengketa dengan vendor, pembajakan produk, hingga pemutusan sepihak oleh mitra bisnis. Sayangnya, hanya 12% dari korban yang mendapatkan pendampingan hukum, karena keterbatasan biaya dan kurangnya pengetahuan hukum.
“Banyak pelaku UMKM yang bahkan tidak tahu bahwa merek dagangnya bisa didaftarkan. Mereka juga tidak sadar risiko hukum dari kerja sama tanpa kontrak tertulis. Ini adalah celah yang bisa dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab,” jelas Dita Lestari, Koordinator LBH UKM Indonesia.
Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Kolaboratif
Untuk menjawab tantangan tersebut, sejak awal tahun 2025 pemerintah telah memfasilitasi lebih dari 1.000 paralegal melalui program pelatihan berbasis kompetensi. Materi yang diajarkan mencakup hukum perdata sederhana, hukum dagang, perlindungan konsumen, dan penyelesaian sengketa alternatif.
Kegiatan ini turut melibatkan perguruan tinggi hukum, organisasi bantuan hukum, dan koperasi setempat. Tujuannya bukan hanya mencetak paralegal yang tangguh, tapi juga membentuk jaringan pendamping hukum komunitas yang terintegrasi dengan digitalisasi hukum melalui aplikasi “Lapor Hukum UMKM”.
Dampak Nyata di Lapangan
Salah satu contoh keberhasilan terlihat di Surakarta, di mana para pelaku UMKM yang tergabung dalam koperasi batik setempat berhasil mengatasi persoalan pemalsuan motif dan sengketa nama dagang berkat pendampingan dari paralegal. “Kami tidak perlu ke kantor hukum mahal. Cukup datang ke koperasi, dan paralegal sudah siap bantu dari A sampai Z,” kata Siti Aminah, pelaku UMKM batik tulis.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski banyak kemajuan, masih ada tantangan signifikan dalam distribusi paralegal di daerah terpencil serta belum optimalnya insentif bagi para pendamping hukum nonadvokat ini. Pemerintah pun tengah merancang regulasi turunan dari Undang-Undang Bantuan Hukum untuk mengakui secara formal peran paralegal dalam skema perlindungan hukum terhadap UMKM.
Penguatan peran paralegal bukan hanya soal keadilan hukum, tetapi juga soal keberpihakan negara terhadap pelaku usaha kecil yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Di tengah kompleksitas hukum dan persaingan yang semakin tajam, paralegal hadir sebagai pelindung akar rumput, menjembatani hak dan akses, serta memastikan bahwa setiap pelaku UMKM tidak berdiri sendiri dalam menghadapi tantangan hukum. (ath)