DEAL PROFIL | Di balik kemegahan Kerajaan Arab Saudi modern yang kini menjadi pusat kekuatan ekonomi, spiritual, dan geopolitik dunia Islam, terdapat sosok bersejarah yang nyaris luput dari sorotan masyarakat global: Muhammad bin Saud, tokoh pendiri negara Saudi pertama di abad ke-18. Namanya mungkin tak sepopuler Raja Abdulaziz Al Saud, sang pendiri Arab Saudi modern pada 1932, namun warisan dan langkah awal Muhammad bin Saud telah menjadi fondasi utama berdirinya dinasti Al Saud yang terus berkuasa hingga hari ini.
Contents
Awal Mula dari Diriyah: Kota Oase yang Jadi Pusat Kekuasaan
Muhammad bin Saud lahir sekitar tahun 1687 dan menjadi amir (pemimpin) dari kota Diriyah, sebuah oase kecil di pinggiran Wadi Hanifah, dekat Riyadh sekarang. Wilayah ini pada masa itu adalah bagian dari Najd, kawasan tengah Arab yang gersang namun strategis. Diriyah bukan kota besar, namun berada di jalur perdagangan penting dan dikelilingi oleh berbagai suku serta wilayah otonom yang sering berseteru.
Sebagai pemimpin Diriyah, Muhammad bin Saud dikenal sebagai penguasa yang bijaksana dan tangguh secara politik. Ia mampu menjaga stabilitas di wilayahnya, sekaligus memperluas pengaruhnya secara perlahan di tengah kondisi Arab yang masih terfragmentasi.
Aliansi yang Mengubah Sejarah: Bertemunya Ulama dan Penguasa
Tahun 1744 menjadi titik balik dalam sejarah Arab: Muhammad bin Saud bertemu dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang ulama reformis dari Najd yang menyuarakan purifikasi Islam dari praktik-praktik syirik dan bid’ah. Muhammad bin Abdul Wahhab ditolak dan terusir dari berbagai tempat karena gagasannya yang dianggap ekstrem, hingga akhirnya ia tiba di Diriyah dan disambut oleh Muhammad bin Saud.
Pertemuan ini melahirkan aliansi strategis antara kekuasaan politik dan dakwah agama. Muhammad bin Saud menerima ajaran Wahhabi, dan sebagai gantinya, sang ulama mendukung kekuasaan dinasti Saud dengan legitimasi keagamaan.
“Dakwahmu adalah dakwah kami. Darahmu adalah darah kami,” ujar Muhammad bin Saud, seperti dicatat dalam berbagai riwayat klasik.
Aliansi ini menjadi fondasi ideologis dan militer berdirinya Negara Saudi Pertama (1744–1818), yang menyatukan banyak wilayah di Jazirah Arab dengan semangat keislaman yang baru.
Ekspansi dan Perlawanan terhadap Kekaisaran Ottoman
Setelah aliansi itu terbentuk, kekuasaan Muhammad bin Saud mulai meluas. Putranya, Abdulaziz bin Muhammad, melanjutkan perjuangan dengan lebih agresif, menaklukkan Riyadh, Qassim, hingga Mekkah dan Madinah. Mereka bahkan menantang kekuasaan Kekaisaran Ottoman, yang menganggap Najd sebagai bagian dari wilayah kekuasaannya secara spiritual dan politik.
Namun pada 1818, kekuasaan Negara Saudi Pertama dihancurkan oleh pasukan Muhammad Ali dari Mesir yang dikirim oleh Ottoman. Diriyah dibakar habis, dan dinasti Saud dipukul mundur.
Meski demikian, benih perjuangan Muhammad bin Saud tak pernah padam. Setelah beberapa dekade, keturunannya — termasuk Raja Abdulaziz Al Saud — berhasil bangkit kembali dan mendirikan Negara Saudi Ketiga yang kemudian menjadi Kerajaan Arab Saudi modern pada tahun 1932.
Warisan: Bukan Sekadar Nama, Tapi Sistem
Muhammad bin Saud bukan hanya pendiri kerajaan, tapi juga pencipta model politik dan religius yang hingga kini dipegang erat oleh Arab Saudi. Perjanjian awal dengan Muhammad bin Abdul Wahhab masih menjadi fondasi hubungan antara keluarga kerajaan dan institusi keagamaan di Saudi hingga kini.
Nama Muhammad bin Saud pun diabadikan dalam banyak hal, termasuk pada Universitas Islam Muhammad bin Saud di Riyadh, yang menjadi pusat pendidikan Islam berpengaruh di dunia Muslim.
“Tanpa Muhammad bin Saud, tidak akan ada Dinasti Saud seperti yang kita kenal sekarang,” ujar Dr. Khalid Al-Dakhil, sejarawan Saudi dan pakar politik Arab.
Jejak Leluhur yang Menerangi Masa Kini
Dalam dunia yang terus bergerak maju, nama-nama pendiri sering tenggelam dalam sejarah. Namun Muhammad bin Saud bukan sekadar tokoh masa lalu — ia adalah batu pertama dari bangunan besar bernama Arab Saudi. Ia bukan hanya pemimpin, tapi juga negarawan yang tahu kapan harus bersekutu, kapan harus bertindak, dan bagaimana menanam visi jangka panjang bagi bangsanya.
Dari Diriyah yang sunyi, ia memulai revolusi yang mengubah wajah Jazirah Arab — dan warisannya kini tetap hidup dalam denyut nadi kerajaan yang ia wariskan. (ath)