Dari Sunyi Rimba ke Kota Impian: IKN dan Mimpi Besar di Tengah Hutan Belantara

DEAL PROFIL | Puluhan tahun lamanya, kawasan hutan di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara hanya dikenal sebagai hamparan belantara hijau—sunyi, jauh dari pusat kekuasaan, dan nyaris tak tersentuh pembangunan skala nasional. Namun sejak ditetapkan sebagai lokasi ibu kota negara baru, wajah kawasan ini mulai berubah drastis. Di sinilah Ibu Kota Nusantara, atau IKN, sedang dibangun. Sebuah kota yang lahir dari hutan.

Transformasi ini bukan sekadar pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan. IKN digadang-gadang sebagai simbol masa depan Indonesia—kota cerdas (smart city), ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Bayangkan: jalan-jalan luas yang ditata dengan lanskap alami, kendaraan listrik tanpa polusi, bangunan pemerintah yang terintegrasi teknologi hijau, dan ruang terbuka publik yang menyatu dengan hutan tropis.

Read More

Namun membangun kota dari nol, apalagi di tengah hutan belantara, bukan perkara mudah.

“Ini bukan proyek biasa. Kita tidak sedang membangun apartemen atau gedung perkantoran, tapi membangun kota masa depan dari tanah kosong,” ujar Bambang Susantono, mantan Kepala Otorita IKN, dalam sebuah wawancara sebelumnya.

Saat ini, pembangunan tahap awal seperti infrastruktur dasar, kantor presiden, hingga kompleks perumahan ASN sedang dikebut. Di sisi lain, masyarakat lokal—terutama komunitas adat dan warga desa sekitar—mulai merasakan langsung dampak dari geliat pembangunan.

Sebagian menyambut optimistis karena munculnya peluang ekonomi baru. Tapi sebagian lain menyimpan tanya: akankah pembangunan kota ini seimbang dengan perlindungan lingkungan dan keberlanjutan sosial?

“Bagi kami, hutan ini bukan sekadar lahan. Ini rumah kami, sumber hidup kami,” kata Yuni, perempuan dari komunitas adat Paser yang tinggal tak jauh dari kawasan inti IKN. “Kami ingin ikut maju, tapi jangan sampai kami jadi penonton di tanah sendiri.”

Pemerintah mengklaim bahwa pembangunan IKN mengusung prinsip “forest city” dan net zero emission. Lebih dari 60% kawasan akan tetap menjadi ruang hijau. Ribuan hektare hutan akan direhabilitasi, dan tata ruang kota dirancang untuk minim emisi karbon.

Namun para pengamat lingkungan mengingatkan, pengawasan ketat dibutuhkan agar pembangunan tidak tergelincir menjadi proyek betonisasi yang justru mengorbankan ekosistem hutan Kalimantan.

Kini, IKN masih berupa kerangka besar yang terus dibangun—diwarnai impian, tantangan, dan kontroversi. Tapi satu hal yang pasti: dari tengah sunyi hutan belantara, Indonesia sedang menulis babak baru sejarahnya.

Kota impian itu bukan lagi sekadar wacana. Ia sedang tumbuh, bata demi bata, harapan demi harapan. Di tanah yang dulunya hening, kini bergema ambisi besar untuk masa depan. (ath)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *