Empat Alasan UU Kepariwisataan Perlu Direvisi

DEAL JAKARTA | Ada 4 (empat) alasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan perlu direvisi dan kaji ulang, alasan itu disampaikan oleh Tim Panitia Kerja (Panja) RUU Kepariwisataan Komisi X DPR RI usai melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Kabupaten Bangli, Provinsi Bali pada 23 sampai 26 September 2022 minggu lalu.

Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira, menekankan bahwa tujuan kunjungan kerja ini adalah untuk mendapatkan data-data dan masukan dari para stakeholder mengenai permasalahan kepariwisataan, mulai dari permasalahan di lapangan sampai regulasinya. Data-data yang didapatkan akan menjadi bahan panja untuk melakukan penyempurnaan draf RUU tentang Kepariwisataan serta memperkaya substansi pengaturannya.

Read More

Andreas menekankan, latar belakang utama mengenai perlu dilakukannya revisi, antara lain, pertama, UU Kepariwisataan masih kurang optimal dalam mencapai tujuannya, dan belum mengakomodasi perkembangan kepariwisataan, termasuk belum optimal dalam pengaturan pengembangan sumber daya manusia pariwisata.

Kedua, terdapat beberapa permasalahan substansi, antara lain mengenai ketentuan yang multitafsir seperti definisi wisata, wisatawan, pariwisata, dan kepariwisataan, serta adanya perbedaan penafsiran dalam Pasal 13 tentang kawasan strategis pariwisata dan kawasan pariwisata khusus.

Ketiga, terdapat permasalahan kelembagaan, antara lain kelembagaan yang mengatur mengenai kepariwisataan belum dapat dijalankan secara keseluruhan, sebagai contoh permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah perihal penetapan suatu daerah menjadi Daerah Pariwisata Nasional (DPN) atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), termasuk kelembagaan dalam pengelolaan destinasi pariwisata prioritas dan superprioritas,” tambah politisi PDI-Perjuangan itu.

Keempat, UU Kepariwisataan belum mengatur beberapa materi antara lain, Pengaturan pembangunan budaya pariwisata masyarakat dan orientasinya pada masyarakat sekitar destinasi wisata; penegakkan ketaatan terhadap asas kelestarian dan keberlanjutan, serta pariwisata berbasis masyarakat dan kearifan lokal; pengelolaan data dan informasi kepariwisataan secara nasional; dan kesesuaian antara perencanaan ruang dan perencanaan kepariwisataan; mitigasi bencana di destinasi wisata; dan desain kelembagaan badan promosi pariwisata pada level nasional dan daerah.

Pertemuan ini turut pula dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, serta beberapa Anggota Komisi X DPR RI, di antaranya Arwan M Aras, Ferdiansyah, Mujib Rohmat, Himmatul Aliyah, Syamsul Luthfi, Andi Muawiyah Ramly, An’im Falachuddin Mahrus, Bramantyo Suwondo, Sukawijaya, Fahmi Alaydroes, Sakinah Aljufri, Desy Ratnasari, Zainuddin Maliki, Mitra Fakhruddin, dan Rojih.

Adapun beberapa mitra hadir, yaitu pejabat dari Kemenparekraf/Baparekraf RI Oneng (Sekretaris Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur), Riwud Mujirahayu (Sekretaris Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif), Perwakilan Bupati Bangli, serta PHRI, ASITA, GAHAWISTRI, dan HPI

Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira menegaskan revisi Undang-Undang (UU) tentang Kepariwisataan akan mempermudah turis asing ke Indonesia agar tidak perlu antri berlama-lama di imigrasi bandara untuk membuat Visa on Arrival (VoA). Sebab, dirinya mendapatkan informasi dari Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) bahwa yang terjadi saat ini di Bali, turis asing harus mengantre hingga 3,5 jam untuk proses VoA tersebut.

“Nah ini sesuatu yang tidak bisa kita bayangkan kalau turis yang sudah mengalami berjam-jam penerbangan, dari Australia, Eropa, dan sebagainya, tetapi mereka harus antre lagi 3,75 jam untuk urusan Visa on Arrival di imigrasi bandara,” ujar Andreas.

Politisi PDI-Perjuangan itu menekankan kebijakan mempermudah visa tersebut sejalan dengan yang disampaikan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. “Sehingga, soal imigrasi yang berkaitan dengan pariwisata ini perlu mendapat perhatian khusus agar jangan sampai ini menjadi penghambat untuk pariwisata yang sedang digalak-galakkan untuk recovery ekonomi kita,” jelasnya.

Diketahui, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menyoroti kinerja Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM karena masih menggunakan ‘gaya lama’ dalam melayani masyarakat. Sebabnya, Presiden Jokowi menerima keluhan dari para investor terkait sulitnya mengurus visa di imigrasi.

“Jadi orang diberikan, baik itu yang namanya visa, yang namanya Kitas-kalau kita ya-mereka melihat itu. Kalau dia investor, investasinya berapa, sih? Dia lihat, negara itu pasti lihat. Dia membuka lapangan kerja berapa ribu orang, sih? Atau memberikan kontribusi terhadap ekonomi kita berapa, sih? Orientasinya mesti harus ke sana. Atau meningkatkan ekspor berapa, sih?” kata Jokowi dalam rapat di Istana Merdeka. (ath)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *